Air Putih
“Kasian, keringetan banget tuh hen … mau gua ambilin tisu?” Zara melihat Mahen yang penuh dengan keringat sekarang. Lari sepuluh putaran di siang hari seperti ini, tentu saja membuat Mahen banjir dengan keringat.
“Gua beliin aja deh, ya. Tunggu, tunggu di sini jangan kemana-mana.” belum sempat Mahen menolak, Zara sudah lebih dahulu pergi entah kemana. Tidak peduli juga sih, bagi Mahendra.
“Keringetan banget, pak?” Mahen segera menengok ke belakang, ke arah sumber suara yang rasanya sangat familiar baginya.
Ternyata benar, ada Salma di sana yang sepertinya baru datang dari kelasnya. “Keringetan banget, kasian. Butuh ambulance ngga nih?” candanya.
Mungkin bagi orang lain itu tidak lucu, tapi anehnya Mahendra tertawa karena candaan Salma tadi. Entah, baginya semua tentang Salma itu sangat menyenangkan.
Tidak peduli jika dibilang budak cinta, toh, ini pacarnya juga, kan?
“Sini, panas banget. Emang ya, parah banget. Lagi terik-teriknya gini malah disuruh lari.” Mahen menyuruh Salma untuk mendekat, sehingga berada persis di depan Mahen.
“Pasti lo bandel, ngga mungkin lo disuruh lari gitu aja, ya, kan?” ucap Salma, sambil mengelap pelan keringat Mahen menggunakan handuk kecil yang selalu ia bawa kemana-mana.
Salma mengangkat poni Mahen, dan menaruh handuknya di dahinya. “Ih, udah panjang nih, rambutnya. Jangan lupa potong, loh.”
Mahen termasuk sulit dengan masalah potong rambut, katanya sih, keren rambut panjang. “Harus banget?” tanyanya, dengan mengerucutkan bibirnya.
“Iya, ntar ditemenin, deh. Eh, itu minum yang dari Zara?” Salma melihat minuman di pinggir lapangan, yang mirip dengan minuman yang diberikan oleh Zara. Yang ditanya hanya menganggukan kepalanya.
“Kok langsung minum berasa-rasa, sih? ngga sehat, dingin lagi, tuh. nih, minum air putih. Kasian perut lo.” Salma memberikan air putih yang sudah berada di tangganya dari tadi.
“Hehe, makasih, yang.” belum sempat Mahen meminum air putihnya, ia langsung diberi pukulan kecil dari Salma.
“Lo gila? ntar ada yang denger,” protes Salma. sedangkan, lawan bicaranya itu hanya tertawa.
“Loh, lo ngapain di sini?” tanya Zara yang entah kapan datangnya. “Oh, udah balik? lain kali kalo mau ngasih minum, jangan yang berasa-rasa. Lo mau Mahen sakit?”
Terlihat jelas wajah tak suka dari Zara, “Lo ngapain di sini?” tanyanya masih dengan pertanyaan yang sama.
“Lo kira lo doang yang bisa? gue juga kali, ya ngga, hen?” ucap Salma, sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah Mahen.
“Lo.” tunjuk Zara, “pergi cepet, ganggu banget. Ngga usah genit, dia juga nggak mau sama lo, jadi mending lo pergi,” usirnya.
“Gue emang udah mau pergi, sih. Oke, deh, bye. Hen, jangan lupa ya, nanti sore,” ucap Salma, yang sebenarnya tidak ada apa-apa sih. Hanya ingin memanaskan Zara.
“Lo mau ngapain sama Mahendra? Sal? jawab?” tanya Zara, walaupun sia-sia karena Salma sudah pergi dari daerah lapangan.