Salma’s Story

“Jangan… jangan… jangan teriak-teriak. Salma nggak suka suara teriakan, mah. p ni tolong jangan teriak-teriak,” ucap pelan gadis berambut hitam yang berada dipojokan kamarnya.

Ya. Kira-kira seperti itulah yang dilakukan oleh Salma tadi malam.

Mungkin… seperti sudah kebiasaan, tetapi Salma selalu seperti itu setiap kali orang tuanya sedang ribut.

Dulu, keluarganya bisa dibilang sangat harmonis. Selalu makan bersama, pergi jalan-jalan di akhir pekan, saling cerita satu sama lain.

Keluarga berisi 4 orang itu sangat bahagia. Mamah, Papah, Abang, dan juga Salma.

Hingga tiga tahun terakhir bisa dibilang semua berubah. Keuangan keluarga mereka turun drastis karena papah Salma kehilangan pekerjaannya. Mamah Salma yang hanya seorang IRT-pun tidak bisa membantu apapun.

Kebutuhan pengeluaran yang banyak, tetapi Pemasukan tidak ada sama sekali yang membuat abang Salma mau tidak mau harus ikut bekerja.

Yang menjadi keributan adalah, papah Salma yang jarang pulang entah ke mana.

Sebagai seorang ibu, melihat anaknya yang harus bekerja, sedangkan suaminya yang sudah tidak bekerja itu jarang pulang pun kesal.

Sehingga menjadi keributan setiap kali papah Salma pulang ke rumah.

Teriak-teriak, banting barang sana sini, suara tangisan. Ah, Salma benci itu semua. Ia tidak bisa mendengar suara teriakan sehingga ia akan menutup kuping, berjongkok, dan menangis di pojokan.

Tetapi setiap kali Salma menangis terlalu lama, ia akan demam di pagi harinya.

Ya. seperti sekarang ini. Berdiam diri dari pagi di balik selimutnya, dengan keadaan menggigil.