Flashback

Chapter 179

Sesampainya Salma di Cafe, matanya lansung tertuju pada laki-laki dengan kaos hitam dan juga celana jeans. Salma langsung mengetahui siapa sosok itu walaupun belum melihat wajahnya.

Ya, benar. Mahendra, kekasihnya. Atau sering ia panggil dengan Mahen.

Tanpa menunggu lama, Salma langsung menghampiri laki-laki itu yang sedang duduk bersama teman-temannya. “Hen, Ja,” panggilnya.

Mahendra yang merasa dipanggil pun langsung menengok ke arah suara. “Oh, udah dateng, Sal.”

Salma hanya menganggukan kepalanya. “Handphone kamu kenapa?” tanyanya.

Mahen menengok ke arah Arfi. “Nggak tau pasti, sih. Lagi nanya bang Arfi. Kamu mau ada urusan apa gimana?”

“Ngga, sih. Santai aja.” Baru saja Mahen ingin menjawab ucapan Salma, namun bang Arfi sudah lebih dahulu memotongnya.

“Kayaknya bener, deh, Hen. Handphone lo disadap, sama siapanya ngga tau tapi.”

Semua yang duduk di sana seketika mematung, masih menyerna kata-kata dari bang Arfi, kecuali Raja. “Gua udah ngerasa, sih, makanya ngga kaget banget.”

“Zara?” seketika semua yang ada di sana langsung melirik ke arah Mahen dengan heran. “Feeling.” tambahnya, karena mendapat tatapan seperti, tau dari mana lo?

“Tapi bisa jadi, sih. Apa kita coba dulu, buat mastiin beneran Zara apa bukan?” usul Salma. Karena ia pikir, siapa lagi kalau bukan Zara? di saat akhir-akhir ini mereka memiliki masalah, ya, hanya dengan Zara.

“Caranya?” tanya Jenan yang sepertinya tertarik tentang ke mana pembicaraan ini. “Hen,” panggil Salma, “Coba kita pura-pura berantem di chat, biar dia mikir kita lagi ngga baik-baik aja. Terus ikutin dulu aja alurnya, kalau mencurigakan, yauda fix itu Zara.”

Mahen menganggukan kepalanya, mencoba memahami rencana yang Salma berikan. “Terus kita chatan gimana? kalau mau ketemuan atau ada sesuatu?” tanyanya.

Salma terlihat sedang berpikir, karena ia harus memikirkan rencana ini matang-matang. “Pake kode biasanya, +1. Tapi chat lewat SMS aja biar dia ngga curiga.”


Chapter 188

“Hen, gua ke kamar mandi sebentar, ya.”

Dalam hitungan detik, Salma sudah pergi dari hadapan Mahen.

Ya. Sekarang Mahen dan Zara sudah berada di sebuah cafe sesuai ajakannya kepada Zara. Tapi ia mengajak Zara bukan tanpa sebab, Mahen hanya ingin menggali informasi lebih.

ting

Notif dari handphone Zara berbunyi.

Mahen mengintip sedikit ke arah handphone Zara.

Bu, untuk masalah Salma, bagaimana? apakah jadi? Hah... Ini siapa kenapa dia bawa-bawa Salma? batin Mahen setelah membaca pesan tersebut.

Untung sekali handphone Zara tidak memiliki Password, sehingga Mahen dapat langsung membukanya.

Begitu terkejutnya Mahen setealh membaca Chat Zara dengan orang yang diberi nama A. oleh Zara.

Melihat Zara dari kejauhan, Mahen langsung buru-buru menyalin nomor ponsel sosok A. dari handphone Zara.


vsgr nosdsmus ksz rzqsy = cafe biasanya jam empat

“Udah lama nunggu?” tanya Salma.

Kini, Salma dan Mahen sedang berada cafe biasa mereka. “Engga, baru juga,” jawabnya.

Baru saja Salma duduk, ia sudah dikejutkan dengan perkataan Mahen. “Sal, si Zara ngerencanain sesuatu. Dia mau nabrak lo.”

“Hah?” hanya itu yang bisa Salma keluarkan. Ia masih bingung dan tidak percaya dengan perkataan Mahen.

“Gua baca chat si Zara sama orangnya, dia udah ngerencanain jauh banget, Sal.”

Salma masih sedikit tidak percaya dengan ucapan Mahen. “Terus... gimana?”

Mahen tertawa pelan. “Tenang, aku ambil waktu itu kontaknya. Aku udah chat orangnya dan ngasih dia uang dua kali lipat dari Zara. Tinggal ini kita pura-pura bikin tabrakan palsu aja.”

“Tabrakan palsu gimana?”

“Karena Zara mau bukti, Kita bikin seolah-olah kamu ketabrak, padahal engga. Terserah kamu mau kapan dimana, tinggal siapin aja.”

Salma kembali menganggukan kepalanya. “Oke... pake darah boongan juga ngga, sih? biar makin real.”

Terdengar suara kekehan pelan dari Mahen. “Ide bagus, aku ikut kamu aja.”

“Duitnya berapa? kasih tau aja. Aku udah sempet ngomong sama bunda, katanya bunda mau bantu.”

“Gampang, nanti aja. Oiya, kamu udah pindah ke tempat bunda, ya? gimana? seneng ngga?” tanya Mahen.

Salma menganggukan kepalanya dengan semangat. “Banget!” serunya. “Kata bunda, kamu kapan-kapan main ke sana, ya.”


Mau tidak mau, di sinilah Mahen sekarang, bersama ketiga temannya.

“Gua nemu berita gila.”

“Ya apa, cepetan,” jawab Mahen kepada Jenan.

“Zara pernah nilep duit angkatan, pas kita kelas satu.”

“Hah.” kompak Mahen dan juga Raja.

“Kaget, kan, juga lo. Koneksi gua nih gila, gua bisa tau banyak hal. Tinggal spill aja, udah, yakin sama gua langsung kicep dah tu anak,” ucap Jenan dengan penuh antusias.

“Siapa yang mau spill. Pake akun apaan juga?” tanya Raja, dan diikuti anggukan dari Mahen, seperti ia setuju dengan pertanyaan Raja.

“Ada, gampang. Pake akun temen gua akun kosongan aja, udah santuy aja ngapa lu berdua.”

Di waktu yang sama, Salma kini berada di ruangan rumah sakit.

Walaupun sebenarnya ia tidak sakit, hanya untuk bukti kepada Zara agar ia berpikir rencana ia selama ini berhasil.

Tidak masalah dengan biaya, karena ini rumah sakit milik kakeknya.

Salma kini bersama kedua orang tuanya sedang memikirkan rencana yang sama, siapa sangka ternyata mereka mendapatkan info bahwa orang tua Zara pernah melakukan pengelapan dana.