“Jadi, mamah ngga izinin kita bareng lagi?”
Sesuai perkataan Salma tadi, sekarang di jam istirahat, mereka sudah duduk bersama di salah satu meja di kantin.
Orang-orang sudah tidak heran lagi jika mereka selalu bersama. Walaupun kadang masih ada satu dua orang yang menatap mereka tidak suka.
Tetatpi maupun Salma ataupun Mahen, mereka orang yang tidak terlalu peduli. Tidak memasukan perkataan jahat itu ke hati mereka.
“Iya… Tapi mau tau yang paling ngagetin?” Salma memberikan sedikit jeda. “Gue sama Zara sodaraan,” lanjutnya.
Mahen langsung menatap Salma dengan ekspresi yang sulit diartikan. “Kok bisa?”
“Maksud gua, kok… baru tau atau gimana?”
Salma menghela napasnya. “Ngga tau, bingung. Kadang mikir, dunia aneh banget ke gua.”
“Tapi Sal—”
cekrek
“Bukannya udah dibilang, ya, kalo ngga boleh bareng.” belum sempat Mahen menyelesaikan perkataanya, Zara tiba-tiba datang entah darimana.
“Lo.” Salma menatap Zara, “Ngapain lo di sini?”
“Kalo misalnya gue kirim ke mamah lo, gimana, ya, Sal?” bukannya menjawab pertanyaan Salma, Zara malah bertanya balik.
“Kira-kira bakal marah ngga, ya?” tanyanya dengan nada mengejek. “Lo mau apa, sih?” kali ini Mahenlah yang bertanya.
“Mau apa, ya? banyak tanya lo. Gue mau ke kelas, ah. Terus kirim ini, bye guys.”
Setelahnya, Zara benar-benar meninggalkan area kantin. Meninggalkan Salma dan Mahen yang saling tatap kebingungan di sana.