Ssekarang Vella sudah berada di mobil bersama Jeno. Entah, sejak ia duduk Jeno sama sekali tidak mengajaknya berbicara sedikitpun. Yang terdengar hanya alunan musik dari radio dan juga suara rintikan hujan.
“Kak, kenapa? biasanya gak pernah nganterin gini.” akhirnya Vella memberanikan diri untuk membuka obrolan.
Terdengar suara helaan napas dari sebalah kirinya. “Maaf.”
Dari sekian banyak kata yang ingin jeno sampaikan... yang keluar dari mulutnya hanyalah kata “Maaf’.
“Maaf buat apa? aku ga ngerti, kak.” Tentu saja vella tidak mengerti. Pikirnya, untuk apa Jeno meminta maaf kepadanya.
Satu menit... dua menit... tiga menit... tidak ada balasan apapun yang keluar dari mulut Jeno.
“Kak... kalau cuma buat diem-dieman doang aku turun di McD depan situ aja, deh.” Vella juga bingung untuk apa dia di sini kalau yang mengajak pun tidak mengajaknya bicara.
“Engga, jangan. Maaf... maaf karena selama ini gua kelihatan cuek dan ga suka sama lo. Tapi jujur, Vell... gua juga suka sama lo. Tapi gua ga tau gimana caranya ngungkapin perasaan ini, gua belom pernah ketemu dan punya hubungan sama cewek sebelumnya. Lo yang pertama... makanya gua bingung harus gimana.
“Selama ini lo selalu kasih bekel ke gua, lo selalu nanya kabar tentang gua, lo selalu perhatian sama gua. Gua suka, tapi gua ga tau gimana cara balesnya. Maaf... maaf kalau gua telat ngungkapin perasaan ini.”
Vella hanya bisa mematung. Ia merasa hidupnya sedang berhenti.
Kak Jeno suka... sama gue juga?, batin Vella.
“Gua marah, gua jelas marah pas tau lo diapa-apain sama Dara. Gua jelas marah pas tau lo selama ini diusik sama anak lain gara-gara gua... gua marah Vell, gua marah sama diri gua sendiri.
“Kenapa gua ga bisa jagain lo dari orang-orang kayak mereka yang penyebabnya adalah gua sendiri. Gua ga bakal bisa maafin diri gua sendiri kalo lo sampe kenapa-kenapa. Gua baka—“
“Kak, gapapa. Gue selama ini kasih lo bekel selalu ikhlas kok. Jadi, kalo ada yang ga suka sama gue karena lo, ya, gapapa. Tujuan gue kan ke lo kak, gue ga pernah dengerin omongan mereka kok.” belum sempat Jeno menyelesaikan perkataanya, Vella langsung memotongnya.
“Lagian nih, kak, gue mau mulai ga suka sama lo bukan karena mereka. Gue... ngerasa capek karena gue ngerasa sia-sia selama ini ga pernah kelirik sama lo, kak. Jadi gue mutusin buat—“
“Ga, jangan... jangan Vell. Jangan berhenti suka sama gua, gua juga suka sama lo. Ayo, ayo kita mulai lagi semuanya dari awal bareng-bareng.”
“Vella, mau kan lo jadi pacar gua?” ajaknya.
Diam. Vella diam seribu bahasa.
Ia sama sekali tidak pernah terbayangkan akan ditembak oleh Jeno seperti ini.
“Gua masih banyak kurangnya vell. Lo cinta pertama gua, gua masih harus banyak belajar tentang apa itu cinta, gimana cara menjadi pacar yang baik, dan gimana cara ngasih perhatian yang benar ke cewek.
“Lo ga keberatan 'kan kalo harus bareng-bareng sama gua? ajarin gua, Vell, gimana jadi pacar yang baik. Marahin gua kalau gua salah, dan kasih tau gua, gua harus gimana. Mau kan, Vell, bareng-bareng sama gua?”
Vella yang mulai tersadar dari lamunannya pun tersenyum. “Kak, aku juga masih belum bisa jadi pacar yang baik, kok. Aku juga masih harus banyak belajar. Gapapa, kita belajar bareng-bareng, ya? kalau salah satu dari kita ada yang salah, kita saling kasih tau. Kita juga harus saling percaya, dan saling memahami satu sama lain.”
“Berarti... lo nerima Vell?” tanyanya memastikan.
Vella pun mengangguk. “Iya, kak. Ayo, hehe.” dan memberikan senyuman terbaiknya kepada Jeno.
Lega. Jeno pikir ia akan telat dan akan ditolak oleh gadis di sebelahnya ini.
“Makasih, vell. Makasih banyak. Gua bakal berusaha sebaik mungkin menjadi pacar yang baik. Makasih... makasih banyak,” ucap Jeno sambil mengusap pelan rambut Vella.