Walaupun hanya berjarak sekitar 50 CM, tetapi Renjun sangat yakin bahwa di depan sana adalah Disha. Iya, Disha yang ia kenal.
datengin kaga ya, batin Renjun.
Setelah mengumpulkan keberaniannya, Renjun pun segera menghampiri gadis yang berada di sebrang sana.
“Dis? Disha?” panggil Renjun sambil mencoba menggenggam tangan gadis itu agar berhenti dari jalannya.
Gadis itu pun menoleh ke belakang. “Ya, siapa ya?” tanya gadis itu. Dan ternyata benar, gadis itu adalah Disha. Tetapi Renjun lupa, ia lupa kalau ia masih menggunakan jaket dan juga masker yang membuat gadis di depannya ini tidak mengenalinya.
Renjun pun langsung menurunkan sedikit maskernya, sampai disha dapat melihat wajahnya.
Raut wajah disha langsung berubah. Ia benar-benar terkejut dengan apa yang ia lihat di depannya sekarang. Disha sudah susah-susah menghindari laki-laki itu sekitar semingguan, tetapi ia malah bertemu dengan laki-laki itu di sini.
Setelah sadar dengan siapa ia berhadapan sekarang, Disha langsung mencoba untuk melepas genggaman yang ada di tangannya. Tetapi tidak bisa, tenaga Disha tidak sekuat tenaga Renjun.
“Kak, maaf aku sibuk. Boleh dilepas?” pinta disha sambil masih berusaha melepas genggaman tersebut.
“Sha akun lo kenapa? lo kenapa ga kerja lagi di cafe? gua selalu ke cafe tapi lo kaga ada, Sha. lo ngehindarin gua?” Renjun langsung memberikan pertanyaan bertubi-tubi kepada Disha. Walaupun tidak ada tanda-tanda Disha akan menjawab pertanyaannya.
“Kenapa, Sha? kenapa lo ngehindarin gua? gua salah karena jujur sama lo? lo ga suka gua jujur? gua kira kalo gua jujur... lo bakal bahagia karena lo fans gua. Tapi ternyata gua salah, ya? gua harusnya—,”
“Kak jangan di sini, nanti ada yang ngeliatain, kak. ” belum sempat Renjun menyelesaikan perkataanya, Disha sudah lebih dahulu memotongnya.
Renjun sempat berpikir sebentar sebelum akhirnya ia memutuskan untuk mengajak Disha pergi ke suatu tempat yang aman untuk mereka mengobrol.
“Ikut gua,” suruh Renjun sambil masih menggenggam tangan Disha.
———
Sekarang Disha sudah duduk dengan sempurna di kursi mobil milik Renjun. Sudah sekitar lima menit mereka berdua duduk, tetapi tidak ada satupun yang membuka obrolan. Yang terdengar hanya alunan musik dan juga suara mobil lalu lalang di luar sana.
Sebenarnya Renjun ingin sekali memulai percakapan, namun ia bingung harus memulai darimana. “Jadi gimana, Sha?“
“Gimana apanya, kak?” tanya Disha balik. Meskipun ia tidak menoleh sedikit pun ke arah yang mengajaknya berbicara.
“Kenapa lo ngehindar, Sha? gua nyariin lo sampe ke cafe tapi lo nya juga ga ada. Lo se gak suka itu sama gua? kalo gua salah, gua minta maaf. Kalo gua—“
“Engga, kak, lo gak salah. Selama ini gua ngehindar... karena gua takut. Lo sama gua beda, kak. Ga seharusnya gua deket-deket sama lo dan chatan kayak gitu yang ga sopan. Lo... lo artis... sedangkan gue, nih, cuma cewek biasa. Gue ngerasa ga enak karena ga sopan sama lo selama ini dan ngenganggep lo kayak temen biasa.
“Maaf ya, kak... gue janji ga bakal aktif akun itu lagi dan bakal lebih sopan lagi kedepannya. Dan, sebisa mungkin gue bakal menjauh biar lo ga ngerasa risih.” Disha langsung memotong perkataan Renjun, lagi. Tetapi ia masih tidak berani untuk menatap Renjun.
Renjun yang mendengar itu hanya tertawa. Namun sayangnya tawaan itu malah terdengar menyedihkan bagi yang mendengarnya. “Gua ga ngerasa risih, Sha, dan lo ga perlu menghindar. Gua... gua butuh lo. Gua juga butuh orang lain selain member buat temen cerita. Gua ngerasa cocok dan nyaman sama lo, nyaman sebagai teman,” balas Renjun.
“Teman, ya, kak?” jawab Disha, memastikan.
Renjun mengangguk tanpa ragu. “Anggep aja gua Rajendra, Sha. Kalo lo keberatan dengan sosok Renjun... anggep gua sebagai Rajendra yang sebelumnya lo kenal. Gua juga bakal nganggep lo kayak Disha yang sebelumnya. Gua mau lo balik jadi Disha yang bar-bar dulu... ga kayak gini.”
Seketika Disha langsung menatap laki-laki yang di sebelahnya ini. Menatapnya dengan tidak percaya, dan menjawabnya penuh penekanan. “Dih enak aja! gue lemah lembut, ya, kak. Mana ada Disha yang bar-bar, lo jangan fitnah gitu, dong!”
“Nah! gini, dong. Gua kangen sama lo yang dulu,” balas Renjun tidak kalah heboh.
Bisa renjun lihat pipi Disha menjadi sedikit memerah. Mungkin... seperti malu?
Ah, anjing. Lo lucu banget, Sha, kalo diliat langsung kayak gini, batin Renjun.
“Eh, ini langsung balik aja 'kan ke rumah lo? kasih tau jalannya, ya. Gua ga tau soalnya,” sambung Renjun.
— — —
“Oke, udah sampe depan rumah lo. Langsung bersih-bersih, ya, Sha. Jangan tidur kemaleman, ga baik buat tubuh lo. Dan jangan lupa...,” ada sedikit jeda di akhir kalimat Renjun.
Tentu saja Disha kebingungan, “jangan lupa apa?” tanyanya.
“Akun, lo. Mau sampe kapan deact? ntar gua kaga bisa chat lo lagi, Sha.”
“Oh... kirain apaan. Iyaa, ntar deh, yaa. Hati-hati, kak,“ balas disha.
Renjun pun langsung pergi dari area rumah Disha, dan pulang menuju tempat tinggalnya. Meninggalkan perempuan yang masih setia berada di depan pagar rumahnya sambil tersenyum. Merasa bahagia sampai-sampai ia tidak bisa tidur, pikirnya.
Dan, jangan lupakan jika laki-laki itu juga masih tersenyum sepanjang perjalanan, merasa tidak sia-sia setelah mencari perempuan itu selama ini.
Langit malam menjadi saksi atas kebahagian mereka berdua... untuk sekarang.